Monday, June 29, 2009

Niagara tertandingi, berikan sambutan untuk air terjun Iguazu

Air terjun Iguazu terletak di perbatasan antara Parana yaitu negara bagian di Brazil dan Misione, provinsi di Argentina. Air terjun Iguazu terdiri atas 275 bagian yang tersusun sepanjang 2,7 kilometer. Air terjun yang paling mengagumkan diantara semuanya adalah "the Devil's Throat" yang berbentuk huruf "U" dengan ketinggian 82 meter


Beberapa bagian dari air terjun Iguazu dari kejauhan









Jarak terdekat yang bisa anda tempuh untuk melihat air terjun ini


Vertigo. Elevator untuk melihat panorama air terjun ini











Monday, June 15, 2009

Binatang Pun Punya Sarang Yang Amazing

Tidak mau kalah dengan manusia, binatang pun memiliki nilai arsitektur yang tinggi dalam membangun sarangnya, bahkan keindahannya sering tidak bisa kita bayangkan bagaimana cara mereka membuatnya.

Berikut ini kami hadirkan beberapa binatanag yang memiliki nilai cita rasa tinggi dalam hal membangun sarangnya.

1. Sarang Burung Penenun

Burung penenun membangun sarang permanen pada pohon dan objek lainnya yang tinggi. Sarangini akan cukup besar untuk rumah puluhan keluarga burung, berisi beberapa generasi sekaligus. Sarangyang sangat terstruktur memberikan burung rasa yang lebih nyaman dibanding kondisi di luar. Pusat kamar tetap panas dan digunakan untuk malam hari dan mengerami telur. Luar ruangan yang digunakan untuk berteduh di siang hari.




2. Sarang Semut

Komplek sarang semut dibangun oleh banyak anggota koloni. Sarang semut dibangun di bawah tanah atau di atas pohon. Sarang semut ini dapat ditemukan di dalam tanah, di bawah batu atau kayu dan di dalam batu berongga. Bahan yang digunakan untuk pembangunan adalah tanah dan tanaman.Sarang semut selalu dijaga ketat, jadi jangan sampai mengganggunya.



3. Bendungan Berang - berang
Bendungan berang - berang dibuat sebagai perlindungan terhadap predator, seperti coyotes, serigala dan beruang, dan untuk memberikan kemudahan akses ke makanan selama musim dingin. Berang - berang selalu bekerja di malam hari dan produktif pembangun, membawa lumpur dan batu dengan bagian depan dipagari dengan kayu yg dipotong dengan gigi. Karena itu, menghancurkan sebuah bendungan beaver tanpa mengeluarkan berang - berang sulit, terutama jika bendungan hilir adalah sebuah penginapan aktif. Berang - berang dapat membangun dasar seperti bendungan dalam semalam.



4. Sarang Lebah Madu
Lebah madu adalah salah satu spesies dari lebah yang membangun sarangnya dari lilin yg berasal dari nektar bunga yang lalu diproduksi menjadi lilin oleh tubuh lebah sendiri. Sarang lebah sendiri selalu memberikan banyak manfaat bagi kehidupan manusia.


5. Sarang Rayap
Rayap pekerja membangun dan mempertahankan sarang koloni mereka seperti rumah. Ini adalah struktur rumit dibuat dengan menggunakan kombinasi dari tanah, lumpur, kayu yang dikunya/ selulosa, dan air liur. Sarang Rayap terdiri dari terowongan seperti galeri yang efektif memberikan udara dan mengontrol keseimbangan CO2/O2, serta memungkinkan untuk memindahkan rayap melalui sarang. Sarang biasanya dibangun di bawah tanah, dalam potongan-potongan kayu besar, pohon-pohon tumbang di dalam atau tinggal di puncak pohon. Beberapa spesies membangun di atas tanah, dan dapat berkembang menjadi gundukan yang menakjubkan.


6. Katak Pohon
Seperti namanya, katak ini biasanya ditemukan di sangat tinggi atau pohon dan tumbuh-tumbuhan yang tinggi. Mereka biasanya tidak turun ke tanah, ketika bertelur mereka membangun busa pada daun dan selama hidup mereka hingga dewasa jarang sekali meninggalkan pohon.



Tuesday, June 9, 2009

LEMURIA : Kisah Benua Yang Hilang Ditelan Masa


SELAIN Atlantis, ternyata masih ada peradaban serupa yang diduga mengalami nasib yang sama dengan Atlantis. Lemuria atau Mu merupakan peradaban kuno yang muncul terlebih dahulu sebelum peradaban Atlantis. Para peneliti menempatkan era peradaban Lemuria disekitar periode 75.000 SM – 11.000 SM. Jika dilihat dari periode itu, Bangsa Atlantis dan Lemuria seharusnya pernah hidup bersama selama ribuan tahun lamanya. Gagasan Benua Lemuria terlebih dahulu eksis dibanding peradaban Atlantis dan Mesir Kuno dapat diperoleh penjelasannya dari sebuah karya Augustus Le Plongeon (1826-1908), seorang peneliti dan penulis pada abad ke-19 yang mengadakan penelitian terhadap situs-situs purbakala peninggalan Bangsa Maya di Yucatan.


Coba perhatikan Map diatas, menurut beberapa versi, disitulah letak dari Benua Lemuria/Mu


Informasi tersebut diperoleh setelah keberhasilannya menterjemahkan beberapa lembaran catatan kuno peninggalan Bangsa Maya. Dari hasil terjemahan, diperoleh beberapa informasi yang menunjukkan hasil bahwa Bangsa Lemuria memang berusia lebih tua daripada peradaban nenek moyang mereka (Atlantis). Namun dikatakan juga, bahwa mereka pernah hidup dalam periode waktu yang sama, sebelum kemudian sebuah bencana gempa bumi dan air bah dasyat meluluh-lantahkan dan menenggelamkan kedua peradaban maju masa silam tersebut.


Hingga saat ini, letak dari Benua Lemuria pada masa silam masih menjadi sebuah kontroversi, namun berdasarkan bukti arkeologis dan beberapa teori yang dikemukakan oleh para peneliti, kemungkinan besar peradaban tersebut berlokasi di Samudera Pasifik (disekitar Indonesia sekarang). Banyak arkeolog mempercayai bahwa Easter Island atau Pulau Paskah yang misterius itu merupakan bagian dari Benua Lemuria. Hal ini jika dipandang dari ratusan patung batu kolosal yang mengitari pulau dan beberapa catatan kuno yang terukir pada beberapa artifak yang mengacu pada bekas-bekas peninggalan peradaban maju pada masa silam.


Mitologi turun temurun para suku Maori dan Samoa yang menetap di pulau-pulau disekitar Samudera Pasifik juga menyebutkan bahwa dahlulu kala pernah ada sebuah daratan besar besar di Pasifik yang yang hancur diterjang oleh gelombang pasang air laut dasyat (tsunami), namun sebelumnya bangsa mereka telah hancur terlebih dahulu akibat peperangan. Keadaan Lemuria sendiri digambarkan sangat mirip dengan peradaban Atlantis, memiliki tanah yang subur, masyarakat yang makmur dan penguasaan terhadap beberapa cabang ilmu pengetahuan yang mendalam.


Faktor-faktor tersebut tentunya menjadi sebuah landasan pokok bagi Bangsa Lemuria untuk berkembang pesat menjadi sebuah peradaban yang maju dan memiliki banyak ahli atau ilmuwan yang dapat menciptakan suatu trobosan baru dalam Ilmu pengetahuan dan Teknologi mereka. Seperti banyak dikemukakan oleh beberapa pakar spiritual dan arkeologi, bahwa bangsa Lemurian dan Atlantean menggunakan crystal secara intensif dalam kehidupan mereka.



Edgar Cayce, seorang spiritualis Amerika melalui ilmu cenayangnya berkali-kali mengungkapkan hal yang sama. Kuil-kuil Lemuria dan Atlantis menempatkan sebuah kristal generator raksasa yang dikelilingi kristal-kristal lain, baik sebagai sumber tenaga maupun guna berbagai penyembuhan. Banyak info mengenai Atlantis dan Lemuria diperoleh dengan men-channel kristal-kristal 'old soul' yang pernah digunakan pada kedua jaman ini. Beberapa monumen batu misterius berhasil ditemukan di bawah perairan Yonaguni, Jepang. Mungkinkah monumen-monumen itu merupakan sisa-sisa dari peradaban Lemuria?


Namun, berbeda dengan bangsa Atlantis yang lebih mengandalkan fisik, teknologi dan gemar berperang, bangsa Lemuria justru dipercaya sebagai manusia-manusia dengan tingkat evolusi dan spiritual yang tinggi, sangat damai dan bermoral. Menurut Edgar Cayce, munculnya Atlantis sebagai suatu peradaban super power pada saat itu (kalau sekarang mirip Amerika Serikat begitulah) membuat mereka sangat ingin menaklukkan bangsa-bangsa di dunia, diantaranya Yunani dan Lemuria yang dipandang oleh para Atlantean sebagai peradaban yang kuat.



Berbekal peralatan perang yang canggih serta strategi perang yang baik, invansi Atlantis ke Lemuria berjalan seperti yang diharapkan. Karena sifat dari Lemurian yang menjunjung tinggi konsep perdamaian, mereka tidak dibekali dengan teknologi perang secanggih bangsa Atlantean, sehingga dalam sekejap, Lemuria pun jatuh ke tangan Atlantis. Para Lemurian yang berada dalam kondisi terdesak, ahirnya banyak meninggalkan bumi untuk mencari tempat tinggal baru di planet lain yang memiliki karakteristik mirip bumi, mungkin keberadaan mereka saat ini belum kita ketahui (ada yang mengatakan saat ini mereka tinggal di Planet Erra/Terra digugus bintang Pleiades).


Mungkin kisah para Lemurian yang meninggalkan bumi untuk menetap di planet lain ini sedikit tidak masuk akal, tapi perlu kita ketahui bahwa teknologi mereka pada saat itu sudah sangat maju, penguasaan teknologi penjelajahan luar angkasa mungkin telah dapat mereka realisasikan di jauh-jauh hari. Tentunya penguasaan teknologi yang sama pada era peradaban kita ini, belum bisa disandingkan dengan kemajuan teknologi yang mereka ciptakan. Dari sekelumit kisah yang diuraikan, dapat ditarik kesimpulan bahwa para Lemurian tidak musnah oleh bencana gempa bumi dan air bah seperti yang dialami oleh para Atlantean, namun karena peranglah yang membuat sebagian dari mereka berguguran.


Sementara semenjak kekalahannya oleh bangsa Atlantis, otomatis wilayah Lemuria dikuasai oleh para Atlantean, sampai saat ahirnya daratan itu diterpa oleh bencana yang sangat dasyat yang kemudian menenggelamkannya bersama beberapa daratan lainnya, termasuk diantaranya Atlantis itu sendiri.


Dari hasil terjemahan,diperoleh beberapa informasi yang menunjukkan hasil bahwa Bangsa Lemuria memang berusia lebih tua daripada peradaban nenek moyang mereka (Atlantis). Namun dikatakan juga,bahwa mereka pernah hidup dalam periode waktu yang sama, sebelum kemudian sebuah bencana gempa bumi dan air bah dasyat meluluh lantahkan dan menenggelamkan kedua peradaban maju masa silam tersebut.

Hingga saat ini,letak dari Benua Lemuria pada masa silam masih menjadi sebuah kontroversi, namun berdasarkan bukti arkeologis dan beberapa teori yang dikemukakan oleh para peneliti, kemungkinan besar peradaban tersebut berlokasi di Samudera Pasifik (disekitar Indonesia sekarang).

Banyak arkeolog memepercayai bahwa Easter Island yang misterius itu merupakan bagian dari Benua Lemuria.Hal ini jika dipandang dari ratusan patung batu kolosal yang mengitari pulau dan beberapa catatan kuno yang terukir pada beberapa artifak yang mengacu pada bekas-bekas peninggalan peradaban maju pada masa silam.

Mitologi turun temurun para suku Maori dan Samoa yang menetap dipulau-pulau disekitar Samudera Pasifik juga menyebutkan bahwa dahlulu kala pernah ada sebuah daratan besar besar di Pasifik yang yang hancur diterjang oleh gelombang pasang air laut dasyat (tsunami), namun sebelumnya bangsa mereka telah hancur terlebih dahulu akibat peperangan.

Keadaan Lemuria sendiri digambarkan sangat mirip dengan peradaban Atlantis, memiliki tanah yang subur, masyarakat yang makmur dan penguasaan terhadap beberapa cabang ilmu pengetahuan yang mendalam. Faktor-faktor tersebut tentunya menjadi sebuah landasan pokok bagi Bangsa Lemuria untuk berkembang pesat menjadi sebuah peradaban yang maju dan memiliki banyak ahli/ilmuwan yang dapat menciptakan suatu trobosan baru dalam Ilmu pengetahuan dan teknologi mereka.


Kuil-kuil Lemuria dan Atlantis menempatkan sebuah crystal generator raksasa yang dikelilingi crystal-crystal lain, baik sebagai sumber tenaga maupun guna berbagai penyembuhan. Banyak info mengenai Atlantis dan Lemurian diperoleh dengan men-channel crystal2 'old soul' yang pernah digunakan pada kedua jaman ini.






Beberapa Monument Batu misterius yang berhasil ditemukan dibawah perairan Yonaguni, Jepang, mungkinkah monument-monumen ini merupakan sisa-sisa dari peradaban Lemuria?


Dari sekelumit kisah diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa para Lemurian tidak musnah oleh bencana gempa bumi dan air bah seperti yang dialami oleh para Atlantean, namun karena peranglah yang membuat sebagian dari mereka berguguran. Sementara semenjak kekalahannya oleh bangsa Atlantis, otomatis wilayah Lemuria dikuasai oleh para Atlantean, sampai saat ahirnya daratan itu diterpa oleh bencana yang sangat dasyat yang kemudian menenggelamkannya bersama beberapa daratan lainnya, termasuk diantaranya Atlantis itu sendiri.


Monday, June 8, 2009

Goliath Frog: Katak Super Size

Pernahkah anda melihat katak sebesar ini? Pasti jawabannya belum, Namanya Goliath Frog (Conraua Goliath). Habitatnya di Sungai Benito, Cameroon, Afrika Barat (dekat Gabon). Panjangnya bisa mencapai 33 cm (tanpa kaki yang dipanjangkan) dan beratnya bisa mencapai 3,3 kg. Kalau sedang duduk akan terlihat sebesar kucing. Anak-anak di Afrika tampaknya sudah akrab dan mungkin saja jadi binatang kesayangan dan peliharaan. Wow, di Indonesia binatang peliharaannya kucing atau anjing. Di Afrika binatang peliharaannnya katak raksasa.

Namun Jumlah mereka semakin berkurang, karena perusakan habitat dan kebanyakan dari mereka di awetkan untuk menjadi hiasan atau tukar menukar hewan peliharaan. Sekitar 300 goliath, di ekspor ke luar negeri setiap tahunnya.

Nama Ilmiah : Conraua goliath
Umur Hidup : 15 tahun
Makanan : Kalajengking, Serangga, Kodok yang lebih kecil

Perbandingan Dengan 3 Orang Anak



Perbandingan Dengan Katak Biasa


Gambar Lain











Dunia Gempar Ikan Purba Tangkapan Yustinus



Dua nelayan asal Malalayang, Manado, Yustinus Lahama dan Delfie, tidak menyangka ikan hasil tangkapannya pada 19 Mei 2007 di perairan Teluk Manado, cukup menggegerkan dunia.

Pasalnya, ikan yang diketahui para ilmuwan dunia itu, sejenis “Latimeria menadoensis” atau Coelacanth, merupakan ikan purba yang sebenarnya sudah dianggap punah sejak 65 juta tahun lalu.

Sekarang ikan tersebut telah dipajang dan membuat gempar peserta dari berbagai negara yang ikut dalam ajang World Ocean Conference (WOC) dan Coral Triangle Initiative (CTI) Summit, 11-15 Mei 2009.

Yustinus mengatakan, ikan purba tersebut ditangkap ketika tersangkut kail miliknya. Ketika ditarik nampak seekor ikan dengan panjang kurang lebih satu meter dan berat berkisar 30 Kg disertai bintik-bintik putih.

Ikan itu didapat pada kedalaman laut sekitar 105 meter, di pantai Malalayang, pada pukul 08.00 Wita, 19 Mei lalu. “Meski tergolong besar, namun ikan tersebut tampaknya tidak melakukan perlawanan lagi ketika diseret hingga ke dalam perahu,” katanya, mengisahkan penangkapan itu.

Menurut data berbagai sumber, Coelacanth diartikan sebagai “duri yang berongga” berdasarkan kata Yunani coelia, “berongga” dan acanthos, “duri”. Ini merujuk pada fisiknya yang berduri pada sirip yang berongga.



Coelacanth adalah ikan yang berasal dari sebuah cabang evolusi tertua yang masih hidup dari ikan berahang. Diperkirakan sudah punah sejak akhir masa Cretaceous 65 juta tahun lalu, sampai sebuah spesimen ditemukan di Timur Afrika Selatan, di perairan Sungai Chalumna tahun 1938.

Namun, sejak itu Coelacanth ditemukan di Komoro, perairan Pulau Manado Tua di Sulawesi, negara Kenya, Tanzania, Mozambik, Madagaskar dan Taman Llaut St Lucia di Afrika Selatan.

Di Indonesia, khususnya di sekitar Manado, spesies ini oleh masyarakat lokal dinamai ikan raja laut. Coelacanth terdiri dari sekitar 120 spesies yang diketahui berdasarkan penemuan fosil. Sampai saat ini, telah ada dua spesies hidup Coelacanth yang ditemukan yaitu Coelacanth Komoro, Latimeria chalumnae dan Coelacanth Sulawesi, Latimeria menadoensis.

“Hingga tahun 1938, ikan yang berkerabat dekat dengan ikan paru-paru ini dianggap telah punah semenjak akhir masa Cretaceous, sekitar 65 juta tahun yang silam,” kata Dekan Fakultas Kelautan dan Perikanan Unsrat Manado, Prof KWA Masengie.

Menurut dia, ada seorang iktiologis (ahli ikan), Dr JLB Smith kemudian mendeskripsi ikan tersebut dan menerbitkan artikelnya di jurnal Nature pada tahun 1939.

Ia memberi nama Latimeria chalumnae kepada ikan jenis baru tersebut, untuk mengenang sang kurator museum dan lokasi penemuan ikan itu.

Pencarian lokasi tempat tinggal ikan purba itu selama belasan tahun berikutnya kemudian mendapatkan perairan Kepulauan Komoro di Samudera Hindia sebelah barat sebagai habitatnya, di mana beberapa ratus individu diperkirakan hidup pada kedalaman laut lebih dari 150 meter.

Di luar kepulauan itu, sampai tahun 1990-an beberapa individu juga tertangkap di perairan Mozambik, Madagaskar dan juga Afrika Selatan. Namun semuanya masih dianggap sebagai bagian dari populasi yang kurang lebih sama.



Pada tahun 1998, enam puluh tahun setelah ditemukannya fosil hidup Coelacanth Komoro, seekor ikan raja laut tertangkap jaring nelayan di perairan Pulau Manado Tua, Sulawesi Utara.

Ikan ini sudah dikenal lama oleh para nelayan setempat, namun belum diketahui keberadaannya di sana oleh dunia ilmu pengetahuan. Ikan purba itu secara fisik mirip Coelacanth Komoro, dengan perbedaan pada warnanya.

Ketika ikan itu ditangkap dengan jenis yang lain oleh dua nelayan di Manado, informasinya langsung menghebohkan warga hingga ke telinga Gubernur Sulut, SH Sarundajang. Gubernur Sulut SH Sarundajang selaku penggagas pelaksana WOC, langsung mencari ikan tersebut dengan mengundang sejumlah peneliti dari berbagai akademisi, baik dalam negeri maupun luar negeri.

Ikan tersebut langsung diamankan di Dinas Kelautan dan Perikanan Sulut, disimpan di “cold storage”, agar bisa terus bertahan hingga pelaksanaan WOC dan kepentingan ilmiah.

Manado Ocean Declaration (MOD) sudah disepakati pada WOC yang diikuti ribuan peserta dari 80 lebih negara di Manado, serta telah mencatat sejarah tentang penyelamatan laut dan konservasinya.

Namun, keberadaan ikan purba yang ternyata masih berada di perairan di dunia ini tetap mencuatkan ide, agar Coelacanth jadi maskot WOC.

Koordinator Media Center WOC Roy Tumiwa di Manado, mengatakan, ikan purba itu sudah dijadikan bahan diskusi di tingkat pemerintah dan stakeholder kelautan.

Keberhasilan menyelenggarakan WOC telah menjadikan Kota Manado terkenal ke berbagai penjuru dunia. Namun, akan lebih terkenal lagi, bila ikan purba coelancanth kelak dijadikan maskot WOC.


Saturday, June 6, 2009

Peduli Lingkungan: TIKUS GOT terlatih...


Berikut ini kisah se-ekor tikus Afrika yang sudah terlatih, diberi nama Kofi. Dengan penciumannya yang tajam, dia dapat mengendus ranjau dalam radius sekitar 50 meter, dengan berat badan yang hanya sekitar 1.3 Kg, sangat kecil kemungkinan ranjau dapat terpicu (trigger) dan meledak oleh tekanan berat badannya.

Kofi dan tikus pendeteksi ranjau lainnya, dilatih pada saat berhenti menyusui, atau saat berumur lima minggu. Tikus ini dilatih untuk mengendus (mendeteksi) aroma/bau casing baja sebuah ranjau darat, sebagai hadiah-nya, tikus ini akan mendapatkan makanan, dalam hal Kofi sang pahlawan ini, hadiahnya adalah sebuah alpukat.

Seekor tikus pendeteksi ranjau yang sudah terlatih, dengan cekatan akan mengendus ranjau, kemudian duduk dan mengorek tanah tempat lokasi ranjau ditemukan, dan menunggu untuk diberikan makanan sebagai hadiahnya. Setelah itu, seorang ahli demolisi akan akan menghancurkan ranjau tersebut.

Saat ini ada 30 ekor tikus pendeteksi ranjau yang digunakan di Mozambique untuk membersihkan ranjau darat, sisa peninggalan perang saudara di negara tersebut.

ikus pendeteksi ranjau ini dapat mensterilkan ladang ranjau seluas 100 meter persegi hanya dengan waktu 30 menit, setara dengan dua hari pekerjaan manusia (petugas penjinak ranjau). Luar biasa !

ini videonya kalo mau liat tikus2 beraksi

http://www.youtube.com/watch?v=_eAGt...layer_embedded

Friday, June 5, 2009

Mengapa Daun Teratai Tidak Basah?



Misteri bagaimana daun teratai yang superhidrofob tetap kering meski terapung di atas air telah dipecahkan oleh ilmuwan di Cina.

Bagian atas daun teratai yang terapung merupakan contoh permukaan hidrofob yang sudah dikenal, yang menumpahkan air yang jatuh di atasnya, dan prinsip ini telah digunakan sebagai sebuah model untuk teknologi seperti jendela yang membersihkan dirinya sendiri secara otomatis. Daun teratai ditutupi oleh permukaan kasar yang memiliki tonjolan-tonjolan berlilin, yang menyebabkan air membentuk gumpalan dan tergelincir jatuh dari daun. Sekarang Lei Jiang dari Akademi Sains Cina di Beijing dan rekan-rekannya telah menemukan mengapa, meski terapung di atas air, tidak ada sedikit airpun yang mengalir masuk ke dalam daun.

Mikroskop elektron menunjukkan bahwa, di dekat ujung daun, tonjolan-tonjolan berlilin digantikan oleh permukaan halus yang terdiri dari lipatan-lipatan dan alur-alur, sehingga mencegah aliran balik dari tetesan-tetesan air. Ini berarti bahwa daun tersebut 50% lebih tahan terhadap perendaman dibanding sebuah daun model yang memiliki permukaan halus.

Pinggir daun teratai membantu menjaga permukaannya tetap kering

Jiang menyebutkan bahwa, seperti permukaan daun teratai yang telah menjadi inspirasi untuk membuat permukaan-permukaan superhidrofob, apa yang ditemukan pada batas pinggir daun ini bisa dijadikan sebagai sebuah model dalam aplikasi seperti tabung atau saluran-saluran mikrofluida yang memerlukan pengaliran keluar atau penolakan arah aliran air.

Abraham Marmur, seorang profesor ilmu dan teknologi air di Technion-Israel Institute of Technology, Haifa, mengatakan bahwa "para peneliti ini seharusnya diberikan penghargaan atas temuannya yang telah membuka sebuah aspek baru dari daun bunga teratai".

sumber :
http://www.chem-is-try.org/


Thursday, June 4, 2009

Peternakan adalah Ancaman Utama bagi Lingkungan

Penanganan darurat diperlukan

29 November 2006, Roma – Mana yang menghasilkan emisi gas rumah kaca lebih banyak, peternakan atau mengemudi kendaraan?

Kejutan!

Menurut sebuah laporan terbaru yang diterbitkan oleh Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (FAO), sektor peternakan menghasilkan emisi gas rumah kaca yang setara dengan 18 persen CO2, jumlah ini lebih banyak dari gabungan seluruh transportasi di seluruh dunia. Sektor ini juga menjadi sumber utama dari kerusakan tanah dan pencemaran air bersih.

Henning Steinfeld adalah Ketua FAO untuk Informasi dan Kebijakan Peternakan, serta penulis senior dari laporan: “Ternak merupakan salah satu kontributor paling signifikan bagi masalah lingkungan yang paling serius saat ini. Penanganan darurat diperlukan untuk memperbaiki keadaan.”

Dengan meningkatnya kesejahteraan, penduduk dunia memakan lebih banyak daging dan produk susu setiap tahunnya. Produksi daging global diproyeksikan lebih dari dua kali lipat, dari 229 juta ton pada tahun 1999/2001 menjadi 465 juta ton pada tahun 2050, sementara konsumsi susu diperkirakan naik hingga 580-1043 juta ton.

Bayangan Panjang

Sektor peternakan tumbuh lebih cepat dari sektor pertanian lainnya. Sektor ini memberikan mata pencaharian bagi sekitar 1,3 miliar orang dan memberikan kontribusi sekitar 40 persen terhadap pertanian global. Banyak petani miskin di negara-negara berkembang yang masih menganggap ternak sebagai sumber energi yang penting dan sumber pupuk organik untuk tanaman mereka.


Tetapi pertumbuhan kilat seperti itu memberikan kerusakan lingkungan yang tinggi. Menurut laporan FAO, Livestock’s Long Shadow – Environmental Issues and Options (Bayang Panjang Peternakan – Masalah Lingkungan dan Pilihannya), “Biaya lingkungan untuk memproduksi ternak harus dihentikan satu setengah kali untuk menghindari kerusakan yang semakin buruk yang melewati level sekarang.”

Jika emisi dari penggunaan tanah serta perubahan fungsi tanah dimasukkan maka sektor peternakan menyumbang 9 persen CO2 dari aktivitas yang berhubungan dengan manusia, tetapi menghasilkan lebih banyak gas rumah kaca berbahaya yang jauh lebih besar. Sektor peternakan menghasilkan 65 persen dinitrogen oksida (N2O) yang mempunyai Potensi Pemanasan Global (GWP) 296 kali lebih kuat dari CO2 yang sebagian besar berasal dari kotoran ternak.


Sektor itu juga menghasilkan 37 persen dari semua metana yang dihasilkan oleh manusia, metana mempunyai efek pemanasan 23 kali lebih kuat dari CO2, yang sebagian besar dihasilkan oleh sistem pencernaan hewan pemamah biak. Selain itu peternakan juga menghasilkan 64 persen amonia yang secara signifikan menghasilkan hujan asam.


Ternak sekarang menggunakan 30 persen dari tanah di seluruh permukaan Bumi yang pada umumnya berupa padang rumput permanen tetapi juga menempati 33 persen dari lahan subur di seluruh dunia yang digunakan untuk menghasilkan makanan ternak. Pada saat hutan dibabat untuk membuat padang rumput baru, peternakan menjadi penyebab utama penggundulan hutan, khususnya di Amerika Latin dimana sekitar 70 persen dari hutan Amazon berubah menjadi gersang.


Tanah dan Air


Pada waktu yang sama, peternakan menyebabkan degradasi tanah besar-besaran. Sekitar 20 persen dari padang rumput kesuburannya menurun karena terlalu banyak hewan ternak yang merumput, selain itu tanah tersebut semakin padat serta terkikis. Angka ini bahkan lebih tinggi lagi di tanah kering dimana kebijakan dan manajemen ternak mempercepat proses penggurunan tanah.


Industri peternakan adalah sektor utama yang menyebabkan berkurangnya persediaan air bersih di Bumi, juga penyumbang pencemaran air, euthropication, dan kerusakan terumbu karang. Zat pencemar utama dari peternakan adalah antibiotik, hormon, bahan kimia dari pengulitan hewan, pupuk, dan pestisida yang disemprot ke tanaman untuk menghasilkan pakan ternak. Padang rumput yang membentang luas mengganggu siklus air serta mengurangi peresapan air tanah. Sedangkan sejumlah sumber air yang penting disedot untuk irigasi untuk memproduksi makanan ternak.


Ternak diperkirakan menjadi sumber utama polusi phosphorous dan pencemaran nitrogen di Laut China Selatan, serta turut menyumbang kehilangan keanekaragaman hayati di ekosistem laut.

Jumlah hewan menyusui dan hewan yang diambil dagingnya sekarang menempati sekitar 20 persen dari seluruh hewan di Bumi. Kehadiran ternak yang menempati area tanah yang luas serta permintaan terhadap hasil pangan yang besar juga menyumbang kehilangan keanekaragaman hayati. 15 dari 24 ekosistem penting dinilai sudah tidak layak lagi, dan hewan ternak dikenal sebagai pengrusak ekosistem itu.


Penanganan

Laporan yang dikeluarkan oleh bantuan lembaga multi Peternakan, Inisiatif Lingkungan dan Perkembangan (LEAD), mengungkapkan secara gamblang tentang biaya lingkungan yang harus dibayar akibat dari sektor peternakan dan menetapkan sejumlah cara untuk memperbaiki situasi, termasuk:

Degradasi tanah – mengontrol akses dan menghilangkan rintangan di padang rumput biasa. Menggunakan metode konservasi tanah dan silvopastoralism, juga melarang ternak di daerah yang sensitif; membayar ganti rugi lingkungan atas penggunaan tanah oleh peternakan sebagai upaya untuk memperbaiki degradasi tanah.


Atmosfer dan iklim – menambah efisiensi produksi ternak dan pertanian pangan. Mengurangi pola makan hewani untuk mengurangi emisi metana dan membuat tanaman biogas inisiatif untuk mendaur ulang pupuk.


Air – memperbaiki efisiensi sistem irigasi. Mengenakan harga atau pajak tinggi untuk air yang digunakan untuk peternakan yang berskala besar di dekat kota.


Ini dan pertanyaan yang berhubungan telah menjadi fokus diskusi antara FAO dan mitranya untuk memetakan para produsen ternak dalam pertemuan global di Bangkok. Diskusi ini juga termasuk risiko kesehatan rakyat akibat pertumbuhan sektor ternak yang bertambah semakin cepat serta penyakit pada hewan yang juga mempengaruhi manusia.